Sejak film 5cm di putar banyak orang berpikir untuk ke mahameru, padahal dia belum pernah naik gunung sebelumnya malah belum pernah kepikir buat naik. sebenarnya ga ada salah punya keinginan buat naik gunung, semua pendaki juga pasti di awali dengan keinginan. Tapi masalahnya makin banyak yang naik ke gunung itu makin kotor gunung tersebut, contoh gunung gede pangrango di cipanas, ada ungkapan "kalo bingung ketemu persimpangan cari aja jalur yang banyak sampah, berati itu jalur yang bener." Itu artinya sepajang jalur dari bawah sampai puncak itu kotor sama sampah kayak bungkus permen, cemilan, kopi, puntung rokok dan yang paling bikin kesel sampah batrei sama kaleng. kenapa bikin kesel? sampah batrei dan kaleng butuh 80-200 tahun buat terurai, belum lagi isi batrei itu beracun cepat atau lambat tanahnya akan terkontaminasi dan jadi rusak sehingga tanaman bisa rusak atau bahkan mati.
Belum lagi rusaknya vegetasi oleh pendaki tidak bertanggung jawab, banyak pendaki merusak tanaman disana seperti ngambil bunga edelweis, atau bikin coretan di batu, hal ini yang mengurangi keindahan gunung. nanti pas anak cucu kita naik gunung dan yang di liat disana sampah sama coretan-coretan ga jelas di batu, naik gunung udah ga ada seninya lagi, lebih mirip jalan-jalan di tempat wisata yang kotor. Padahal banyak pelajaran yang bisa di ambil dari naik gunung, ada quotes dari seorang aktivis, Soe Hok Gie. Beliau berkata "sebuah negara akan maju selama para pemudanya masih mendaki gunung".
Ada dua tipe pendaki, pertama pecinta alam dan penggiat alam. dua tipe ini sama-sama penikmat alam, perbedaanya penggiat alam hanya menikmati tetapi tidak menjaga alam itu sendiri, dia hanya menjadi "turis" dan tidak mendapat pelajaran dari pendakiannya. Sedangkan pecinta alam akan menjaga alam itu sendiri, ga usah hal besar seperti reboisasi atau ikut operasi bersih gunung, cukup dengan menjaga vegetasi dan jangan buang sampah sembarangan, simpan dulu sampahnya di kantong plastik atau kantong celana dan buang di tempatnya saat turun, gampang kan?
Menjadi pendaki itu gampang, semua orang bisa menjadi pendaki tapi ga semua pendaki bisa menjaga alam, jadi saran buat yang mungkin nanti mau mencoba mendaki gunung, ini bukan cuma buat naik gunung aja tapi kayak pantai juga tolong jaga kebersihannya disana, jangan rusak alamnya dan keindahan disana. Biar saat anak cucu kita kesana masih dapat melihat keindahan yang luar biasa dari tuhan. selamat mendaki semua
Sabtu, 22 Desember 2012
Senin, 05 November 2012
Akulturasi hip hop dengan gamelan dari yogya
Akulturasi adalah proses yang timbul saat suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing. Contohnya di Indonesia ada sebuah group hip-hop dari yogyakarta bernama Jogja Hip Hop Foundation. Tidak seperti lagu hip hop lainnya Jogja hip hop foundation (JHF) menggabungkan budaya hip hop dari Amerika dengan adat jawa yang tenang.
JHF yang terbentuk di Yogyakarta pada tahun 2003 di gagas oleh Mohhamad marjuki ini di maksudkan untuk menjadi wadah bagi para penggemar hip hop dari situ mereka berkembang menjadi sebuah group rap dipadu adat budaya jawa seperti di beberapa lagu mereka Dj berpadu dengan galeman jawa, rapper yang berkolaborasi dengan sinden .Hal ini menjadikan sebuah trend baru dikalangan pecinta hip hop di indonesia maupun dunia. Dulu hip hop yang dikenal menggunakan bahasa inggris slang sekarang menggunakan bahasa jawa yang sopan.
Sampai pada akhirnya pada 2011 mereka di undang konser di tanah kelahiran budaya hip hop New York, Amerika. Dan tahun ini mereka akan menggelar konser 5 kota di Australia dan 10 kota di Amerika. Semoga hip hop jawa bisa dikenal dunia dan budaya jawa bisa ditunjukan pada dunia
JHF yang terbentuk di Yogyakarta pada tahun 2003 di gagas oleh Mohhamad marjuki ini di maksudkan untuk menjadi wadah bagi para penggemar hip hop dari situ mereka berkembang menjadi sebuah group rap dipadu adat budaya jawa seperti di beberapa lagu mereka Dj berpadu dengan galeman jawa, rapper yang berkolaborasi dengan sinden .Hal ini menjadikan sebuah trend baru dikalangan pecinta hip hop di indonesia maupun dunia. Dulu hip hop yang dikenal menggunakan bahasa inggris slang sekarang menggunakan bahasa jawa yang sopan.
Sampai pada akhirnya pada 2011 mereka di undang konser di tanah kelahiran budaya hip hop New York, Amerika. Dan tahun ini mereka akan menggelar konser 5 kota di Australia dan 10 kota di Amerika. Semoga hip hop jawa bisa dikenal dunia dan budaya jawa bisa ditunjukan pada dunia
Minggu, 14 Oktober 2012
proses transmisi budaya
Transmisi budaya adalah proses
menyampaikan informasi dari generasi ke generasi lainnya hingga informasi
tersebut tidak hilang, atau segala sesuatu yang menjadi suatu kebiasaan dan
akhirnya menjadi suatu budaya.
contohnya: seorang ibu mengajarkan anaknya
untuk berbicara bahasa daerahnya. Atau seorang kakek bercerita tentang silsilah
leluhur keluarga mereka
Proses ini menyebabkan alkulturasi dari
beberapa kebudayaan. Contohnya seorang kakek mengajarkan budaya daerah mereka
pada anaknya, sang anak bersosialisasi dengan orang dari kebudayaan dan adat
yang berbeda, sang anak mengajarkan kebudayaan yang sudah beralkuturasi
kepada anaknya dan begitu seterusnya.
Akulturasi
Akulturasi
adalah proses sosial dimana suatu kelompok dengan membawa kebudayaan tertentu
bertemu atau dihadapkan pada suatu kelompok yang memiliki kebudayaan asing atau
lain, tanpa menghilangkan kebudayaan aslinya.
Enkulturasi
Enkulturasi
adalah proses seorang individu mempelajari budaya atau kultur dan
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses
belajar.
Pengaruh
Transmisi Budaya Terhadap Perkembangan Psikologi Individu
1. Pengaruh
sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individu. Sosialisasi sangat
berpengaruh terhadap perkembangan psikologi individu karena sosialisasi
merupakan suatu proses tentang bagaimana cara individu mempelajari tentang
kebiasaan-kebiasaan cara hidup. Tanpa mempelajari itu maka individu tidak akan
dapat hidup normal atau anti sosial. Sehingga psikologi individu pun akan
terganggu atau tidak berkembang (tidak dapat menyesuaikan diri).
2. Pengaruh
akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu. Akulturasi mempengaruhi
perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul
manakala suatu kelompok manusia dihadapkan oleh kelompok manusia lainnya dengan
kebudayaan asing yang dimilikinya atau dibawanya. Sehingga saling mempelajari
kultur tersebut tanpa harus menghilangkan kultur aslinya.
3. Pengaruh
enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu. Pada dasarnya enkulturasi
mempelajari budaya atau kultur dari satu generasi ke generasi lain dengan
melalui suatu proses belajar. Enkulturasi sangat mempengaruhi perkembangan
psikologi individu karena enkulturasi terjadi pada lingkungan yang menerapkan
aturan-aturan yang ada (adat, sistem norma, dan lain-lain).
http://www.imadiklus.com/2012/04/kajian-antropologi-teknologi-pendidikan-kasus-transmisi-budaya-belajar.html
Jumat, 12 Oktober 2012
psikologi lintas budaya
Psikologi lintas budaya adalah cabang ilmu psikologi
yang mempelajari mengenai perilaku
manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk
dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya (Menurut
Segall, Dasen dan Poortinga). Definisi ini menambah variabel dalam mempelajari psikologi
manusia yaitu melalui budaya individu tersebut.
Sejarah psikologi
lintas budaya
Jika ditarik agak
jauh kebelakang dengan mencermati fenomena sebelum lahirnya PLB yakni pada masa
abad pertengahan (abad ke 15) dan ke 16, maka dapat dilihat kecenderungan
masyarakat di Eropa yang menaruh perhatian pada nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Kebebasan (freedom), kesetaraan (equality) mengemuka di masa perahlian menuju
pembaharuan (renaissance) terhadap sektor-sektor kehidupan. Keragaman
(diversity) yang tampak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari menjadi bagian
yang tak terpisahkan dan merupakan isu penting pada menjelang masa renaissance
tersebut. Tumbuh-kembang PLB lebih tampak di Amerika Serikat sejalan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara itu. Namun demikian,
kita akan mudah menjumpai studi-studi tentang perbandingan antara orang Amerika
dengan Jerman, dibandingkan studi mengenai orang Amerika keturuan Afrika dengan
orang Amerika keturunan Asia. Hal ini dimungkinkan karena mereka berasumsi
bahwa Amerika merupakan satu kesatuan budaya (homogen) yang dapat dibedakan
dengan bangsa di negara-negara lainnya.
Pada masa "European Enlightenment" atau era pencerahan bangsa Eropa (Jahoda & Krewer: hal. 8) di abad 17 hingga ke 19, sebagai kelanjutan masa renaissance, perkembangan peradaban manusia mulai berubah kearah yang lebih luhur dan manusiawi dalam menempatkan posisi serta harkat manusia dalam kehidupannya (from savage to the civilized state of human life)
Pada masa "European Enlightenment" atau era pencerahan bangsa Eropa (Jahoda & Krewer: hal. 8) di abad 17 hingga ke 19, sebagai kelanjutan masa renaissance, perkembangan peradaban manusia mulai berubah kearah yang lebih luhur dan manusiawi dalam menempatkan posisi serta harkat manusia dalam kehidupannya (from savage to the civilized state of human life)
Manfaat
mempelajari psikologi lintas budaya
Kita
bisa meneliti perilaku, sifat, sikap, reaksi individu lebih objektif. Contohnya
kita meneliti perilaku mereka di dalam masyarakat, kita mengambil 3 sample
dengan latar budaya yang berbeda seperti satu orang Indonesia, satu orang
Jepang dan satu orang Amerika di sebuah lingkungan baru yang sama Pasti mereka
memiliki perbedaan dalam berinteraksi dengan lingkungannya, memiliki persepsi
yang berbeda pada lingkungan barunya. Ini lah salah satu manfaat mempelajari
psikologi lintas budaya.
Hubungan dengan ilmu lain
Psikologi
lintas budaya bisa di hubungan dengan beberapa cabang ilmu, diantaranya:
·
Psikologi sosial,
contohnya: dalam meneliti interaksi sosial dengan latar belakang budaya yang
berbeda dan sikap mereka dalam menerima suatu budaya baru
·
Antropolghy,
contohnya: meneliti perkembangan budaya suatu daerah dan proses alkulturasi
kebudayaan
·
Ekonomi
pemasaran, contohnya: dalam pembuatan sebuah iklan agar tetap menarik tapi
sesuai dengan latar belakang kebudayaan konsumen di daerah tersebut
Bahan diambil
dari
Kamis, 22 Maret 2012
Fenomena yang terjadi pada masyarakat tentang kesehatan mental
ng yang dapat menyesuaikan diri merupakan dasar bagi penentuan derajat kesehatan mental bagi seseorang . Orang yang dapat menyesuaikan diri secara aktif dan realistis sambil tetap mempertahankan stabilitas diri mengindikasikan adanya kesehatan mental yang tinggi pada dirinya . Sebaliknya mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri secara aktif, tidak realistic dan tidak stabil dirinya menunjukan rendahnya kesehatan mental pada dirinya. Dengan kata lain kemampuan penyesuaian diri merupakan variable utama dalam kesehatan mental setara dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri yang aktif, realistik disertai dengan stabilitas diri .
Kemampuan penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil, Namun peningkatan kemampuan ini bukan tidak dapat dilakukan ketika seseorang sudah dewasa. Dari waktu ke waktu idealnya manusia perlu terus mengembangkan kemampuan penyesuaian dirinya yang aktif, realistic dan dinamis sambil tetap menjaga stabilitas diri. Dalam banyak literatur psikologi kesehatan , pengembangan diri dan kemampuan penyesuaian diri merupakan salah satu indikasi dari kepribadian yang sehat. Dalam uraian Gordon W. Allport, Carl Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl . Menegaskan bahwa pribadi yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang , berorientasi ke masa depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri sendiri serta lingkungannnya. Perbaikan kemampuan penyesuaian diri tidak hanya perlu dilakukan pada mereka yang mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa saja.
Misalnya seorang anak yang baru pindah sekolah karena mengikuti orang tuanya yang dipindah tugaskan dari pedesaan/pedalaman ke Ibu Kota Jakarta, Dia tahu bahwa pergaulannya telah berubah 180ยบ. Dia bisa menyesuaikan dirinya dengan teman-temannya sekarang tetap bergaul layaknya anak-anak lainnya namun dia tetap bisa menjaga norma serta penerapan yang telah Orang Tuanya berikan sejak dia masih kecil bahwa apa pun yang dia lakukan harus tetap menjaga norma agama, serta budaya . Meskipun sejak dulu Orang Tuanya memberikan kebebasan dia dalam bergaul namun dia juga tetap diberatkan dengan tanggung jawab yang harus tetap dia pikul dan tetap dia bawa . Apa pun yang dia lakukan sekarang meskipun secara kasat mata dia sama seperti anak yang lain sering ‘nongkrong’ bareng namun dia tetap menjaga nama baik dia sendiri, nama baik Orang Tua dan Keluarga dan tetap berpegang teguh bahwa semua harus sesuai dengan norma agama dan norma budaya yang selama ini telah ditetapkan Orang Tuanya.
by lynahandayani
http://lynahandayani.wordpress.com/2012/03/18/fenomena-yang-terjadi-pada-masyarakat-tentang-kesehatan-mental-berdasarkan-teori-psikologi/
Kemampuan penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil, Namun peningkatan kemampuan ini bukan tidak dapat dilakukan ketika seseorang sudah dewasa. Dari waktu ke waktu idealnya manusia perlu terus mengembangkan kemampuan penyesuaian dirinya yang aktif, realistic dan dinamis sambil tetap menjaga stabilitas diri. Dalam banyak literatur psikologi kesehatan , pengembangan diri dan kemampuan penyesuaian diri merupakan salah satu indikasi dari kepribadian yang sehat. Dalam uraian Gordon W. Allport, Carl Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl . Menegaskan bahwa pribadi yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang , berorientasi ke masa depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri sendiri serta lingkungannnya. Perbaikan kemampuan penyesuaian diri tidak hanya perlu dilakukan pada mereka yang mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa saja.
Misalnya seorang anak yang baru pindah sekolah karena mengikuti orang tuanya yang dipindah tugaskan dari pedesaan/pedalaman ke Ibu Kota Jakarta, Dia tahu bahwa pergaulannya telah berubah 180ยบ. Dia bisa menyesuaikan dirinya dengan teman-temannya sekarang tetap bergaul layaknya anak-anak lainnya namun dia tetap bisa menjaga norma serta penerapan yang telah Orang Tuanya berikan sejak dia masih kecil bahwa apa pun yang dia lakukan harus tetap menjaga norma agama, serta budaya . Meskipun sejak dulu Orang Tuanya memberikan kebebasan dia dalam bergaul namun dia juga tetap diberatkan dengan tanggung jawab yang harus tetap dia pikul dan tetap dia bawa . Apa pun yang dia lakukan sekarang meskipun secara kasat mata dia sama seperti anak yang lain sering ‘nongkrong’ bareng namun dia tetap menjaga nama baik dia sendiri, nama baik Orang Tua dan Keluarga dan tetap berpegang teguh bahwa semua harus sesuai dengan norma agama dan norma budaya yang selama ini telah ditetapkan Orang Tuanya.
by lynahandayani
http://lynahandayani.wordpress.com/2012/03/18/fenomena-yang-terjadi-pada-masyarakat-tentang-kesehatan-mental-berdasarkan-teori-psikologi/
Selasa, 20 Maret 2012
Efek Media Massa Bagi Kesehatan Mental Anak
Hari-hari terakhir ini, kita hampir tidak dapat dilepaskan dari hingar bingar berita skandal video porno mirip artis yang sudah tersebar bebas di internet. Lepas dari segala kecaman maupun berita yang disorotkan ke artis yang terlibat, kita memang perlu prihatin bahwa tersebarnya rekaman tersebut, sudah terjangkau hingga ke berbagai kalangan, termasuk anak-anak. Bahkan jauh sebelum kehebohan video ini muncul, kita tentu masih ingat tersebarnya pula rekaman video seks mantan pejabat, mahasiswa, ganti baju artis, dan masih banyak lagi.
Semuanya merupakan aktivitas yang cenderung ditabukan dalam kultur masyarakat kita, terutama bagi anak-anak. Dan tidak dapat dipungkiri, kasus yang melibatkan artis-artis terkenal ini menjadi perhatian public maupun pemerintah yang cukup besar karena mereka adalah figur public, sehingga membuat lebih banyak kalangan yang cenderung ingin tahu, apa yang sedang diberitakan media massa.
Harus kita akui, di jaman yang serba modern ini, penyebaran informasi apapun, baik yang positif maupun negative, relative sulit dihindari, termasuk juga informasi-informasi yang seharusnya diperuntukkan untuk orang dewasa yang sudah siap lahir dan batin menerima informasi tersebut. Apalagi, perkembangan internet dan perangkatnya yang semakin murah dan semakin kita butuhkan untuk aktivitas sehari-hari sehingga memungkinkan akses yang semakin mudah.
Tentu tidak akan efektif bila kita sebagai orang tua, hanya sekedar melarang anak kita dan memarahinya bila kita mendapatinya sedang mengkonsumsi informasi yang tergolong dewasa, baik melalui internet, handphone, televisi ataupun alat teknologi lain, karena hal itu akan memunculkan rasa penasaran yang besar pada anak, dan ujung-ujungnya, akan mudah tergoda untuk mencari tahu dalam bentuk praktek nyata, seperti yang kebanyakan diberitakan selama ini di berbagai media massa.
Oleh sebab itu, kunci utama untuk melindungi buah hati kita dari dampak negative kemajuan teknologi, dengan tetap kita mampu memaksimalkan segi positif dari teknologi tersebut, adalah KOMUNIKASI. Seperti layaknya setiap hubungan apapun itu, termasuk hubungan antar suami-istri, KOMUNIKASI merupakan sarana yang paling efektif untuk saling memberikan masukan, saling memahami, saling memberikan pengertian, dan saling belajar satu sama lain dalam mencapai win-win solution di setiap masalah apapun.
Marah, memaksa, melarang, menghukum, maupun tindakan emosional lainnya, cenderung meningkatkan perasaan tertekan dan keinginan memberontak pada anak, yang ujung-ujungnya, akan menyulitkan orang tua dalam penanaman nilai secara tepat.
Komunikasi antar orang tua-anak yang terjalin dengan baik (artinya, anak merasa nyaman setiap kali berkomunikasi dengan orang tuanya, bukan malah tertekan atau takut), akan jauh lebih efektif untuk menanamkan nilai-nilai dibandingkan factor luar. Hanya pada saat anak tidak merasa nyaman ketika ia di rumah, itulah saatnya factor luar (teman, media massa, dll) memberikan pengaruh yang signifikan.
Lantas, bagaimana caranya ber-KOMUNIKASI yang efektif agar anak mudah memahami pengertian yang dimaksud orang tua?
Di sini, dibutuhkan KESESUAIAN antara inti informasi yang dikomunikasikan orang tua dengan perkembangan mental anak, yang umumnya mengikuti perkembangan usianya.
Tidak dapat dipungkiri, perkembangan intelektual dapat semakin cepat dan semakin dini berkat pengaruh gizi, lingkungan, maupun pola asuh. Namun sebaliknya, perkembangan mental perlu proses sinergi terus menerus antara orang tua-anak-lingkungan hingga anak mulai mampu mengambil tanggung jawab secara mandiri di masa dewasa.
Oleh sebab itu, kami sajikan beberapa tips berikut ini yang dapat dicoba orang tua dalam menanamkan nilai-nilai normative (khususnya terkait perilaku seks bebas):
1. Memanfaatkan Perumpamaan/ Metafora CINTA dan RESMI
Hal ini terutama saat anak berusia di bawah sekurang-kurangnya 7 tahun (sekitar SD kelas 2), bertanya dari mana ia dilahirkan.
- Lebih baik orang tua menghindari jawaban yang sulit diterima akal sehat karena kelak di masa depan, anak akan sulit percaya kepada orang tua bila ternyata kenyataannya tidak seperti yang disampaikan orang tua.
- Lebih baik orang tua memberikan jawaban dari Cinta, seperti cerita cinta dongeng Cinderella dan dari Cinta itulah, anak dilahirkan. Maka, konsep terlahir dari “Cinta”, menjadi norma yang terekam di informasi anak.
- Di atas usia 7 th – awal masa akil balik, orang tua bisa menambahkan konsep “Cinta” tersebut dengan konsep “Resmi”, di mata agama dan hukum, seperti anak yang terlahir dari Cinta yang telah dipersatukan secara resmi oleh agama dan hukum dalam bentuk pernikahan yang sah.
- Maka ketika anak sudah memasuki masa akil balik (remaja ke atas), nilai-nilai “Cinta” dan “Resmi” sudah terekam di kepribadian anak, sehingga selanjutnya, tugas orang tua relative lebih ringan dengan membimbing anak untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi organ tubuh yang sudah mulai matang. Baru pada saat itulah, anak baru dapat belajar mengenai awal mula “Proses Biologis” terbentuknya kelahiran anak dengan nilai-nilai “Cinta” dan “Resmi” yang tertanam.
2. Menunjukkan kebahagiaan yang terpancar dari foto-foto perkawinan orang tua
3. Menunjukkan kebahagiaan yang terpancar dari dokumen kelahiran anak, hasil dari Cinta kasih yang diwujudkan dalam bentuk pernikahan Resmi.
4. Menekankankan dan selalu mengulang kata “Ayah dan Ibu PERCAYA sama Adik (atau nama panggilan anak), dan bahwa Adik akan selalu menggunakan kepercayaan Ayah dan Ibu dengan baik”
5. Menjelaskan bahwa perilaku seks bebas seperti yang ditunjukkan oleh artis maupun orang lain seperti yang diberitakan di berbagai media massa maupun internet, itu bukanlah “Cinta” karena tidak dipertanggungjawabkan secara “Resmi” di hadapan agama dan hukum. Maka dari itu, perilaku semacam itu, tidak akan menghasilkan kebahagiaan bagi diri sendiri.
- Hal ini-pun berlaku ketika anak sudah menginjak remaja dan mulai menjalin hubungan pacaran, sehingga dengan nilai/ kata kunci “Cinta”, “Resmi”, maupun “Orang tua Percaya” yang telah tertanam dalam prinsip hidup anak, kondisi mental anak akan relative sudah siap untuk menjaga diri sendiri dari godaan untuk melakukan hubungan seksual sebelum waktunya, walaupun dengan pacar sendiri.
6. Yang terakhir dan tak kalah pentingnya, adalah PANUTAN dari orang tua. Tanpa “PANUTAN” yang sesuai dengan kenyataan yang dilihat anak, maka langkah 1 s/d 5 akan menjadi kurang efektif, atau lebih tepatnya, sia-sia.
Seperti sebuah pepatah mengatakan, “Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.” Demikian juga dengan perkembangan mental pada generasi muda masa datang, khususnya anak-anak kita.
Kita tidak dapat memperbaiki masa lalu, kita tidak dapat menutup diri dari perkembangan jaman, kita juga tidak dapat menghindari kemajuan teknologi yang sangat cepat, tapi kita dapat belajar dari kesalahan dan memperbaikinya demi masa depan yang lebih baik. Dan, itu semua tergantung dari diri kita masing-masing saat ini.
Penulis:
Penulis :
Siti Marini Wulandari, M.Psi., Psikolog, dan
Suwito Hendraningrat Pudiono, M.Psi., Psikolog
Siti Marini Wulandari, M.Psi., Psikolog, dan
Suwito Hendraningrat Pudiono, M.Psi., Psikolog
Langganan:
Postingan (Atom)